POSTPANGANDARAN,- “Rik, awakmu percoyo, pocong ora?” (Rik, kamu percaya gak sama pocong?)
Kalimat itu mengingatkan mas Erik dengan peristiwa yang baru saja ia alami. Matanya menatap tajam mas Damar, ia tidak tau harus menceritakannya darmana.
“aku tau krungi, jare’ne suara pitik, iku nunjuk’ke nek onok pocong gok sekitar kene” (aku pernah dengar, katanya kalau dengar suara ayam, artinya ada pocong di dekat sini)
“Mar..” akhirnya mas Erik menceritakan kejadian yang menimpanya.
“Deso iki gak beres, ayok minggat ae, nduk mu wes gak popo toh” (Mar, desa ii gak beres, ayo pergi saja, test*s mu sudah gak papa kan?)
Mendengar itu, mas Damar kemudian juga mengatakannya.
Baca juga: Aurel Umumkan Kehamilan Anak ke-2, Ameena Jadi Kakak
“Rik, koyok’e si mbah iki” (Rik, sepertinya si mbah) belum selesai melanjutkan kalimat itu, tiba-tiba mas Damar menatap ke jendela kamar yang hanya tertutup gorden disana, ia melihat wajah mengintip.
“Rik, minggat ae tekan kene” (Rik ayo kita pergi saja dari sini)
“opo to, onok opo?” (ada apa?)
“gok cendelo gok cendelo” ( di jendela!! Di jendela!!)
Mas Damar menunjukan kea rah jendela, “gok cendelo onok si mbah!!* ( di jendela ada wajah si mbah)
Kaget. Saat itu juga mas Erik langsung mengemasi barang bawannya. Diikuti oleh mas Damar, mereka bergegas keluar dari rumah itu. Namun, baru saja mereka membuka pintu kamar, di depannya sim bah berdiri, wajahnya menatap mas Damar dan Mas Erik bergantian.
“Kate nang ndi to le” (mau kemana nak?)
Mas Damar lah yang pertama kali maju. “Mbah, ngapunten. Kulo bade mantok mbah” (mbah, mohon maaf kamu mau pulang).
“muleh nand ndi” (pulang kemana?)
“ten griya kulo mbah” (ke rumah saya sendiri mbah)
Si mbah awalnya hanya berdiri. Namun, perlahan-lahan tubuhnya tertekuk lalu membungkuk menatap mereka dengan senyuman paling mengerikan yang pernah mas Erik dan mas Damar lihat seumur hidup.
“penyakitmu wes waras le?” (penyakitmu sudah sembuh kah nak?)
Mas Damar terdiam lama. Kemudian mas Erik maju.
“mbah, panjenengan sinten asline?” (mbah, sebenernya anda itu siapa?)
Saat itulah, senyuman buruk rupa itu menjelma menjadu suara tawa yang membuat mas Erik dan mas Damar menggigil karena ngeri. Bulukuduk mereka berdiri dan dada mereka berdetak tanpa henti.
“Deso Gondo Mayit” (Desa perenggut nyawa) kata si Mbah, degan langkah tertatih mendekati mas Erik dan mas Damar beringsut mundur.
“sopo wes melbu Deso iki, ra bakal isok muleh le, wes nurut’o omong si mbah”
(siapa saja yang sudah masuk ke desa ini, tidak akan bisa keluar. Nruut saja sama ucapan saya.)
Di tengah keheningan itu. Suara ayam yang lirih terdengar semakin sersinh.
“Krungu suoro iku le?” (kalian mendengar suara itu nak?)
“Eroh artine?” (tahu artinya?)
Mas Erik dan mas Damar masih menjaga jarak dari langkah si mbah…..
Bersambung… (Bersumber dari Twitter @simplem81378523 / PARISAINI R ZIDANIA)