Mang Udjo Ngalagena dan Angklungnya yang Mendunia

Pendidikan —Selasa, 4 May 2021 10:40
    Bagikan  
Mang Udjo Ngalagena dan Angklungnya yang Mendunia
Mang Udjo adalah salah seorang murid Daeng Soetigna, seniman angklung asal Pameungpeuk, Garut yang pernah pentas pada rangkaian acara Konferensi Asia Afrika 1955 di Gedung Merdeka, Bandung. (Istimewa)

DEPOSTPANGANDARAN

Jika bicara soal sosok Udjo Ngalagena atau akrab disapa Mang Udjo, tentu pikiran kita akan langsung tertuju pada angklung. Karena dedikasinya yang tinggi kepada alat musik bambu khas sunda ini, Namanya kini sudah kadung melekat dengan angklung.

Udjo adalah salah seorang murid Daeng Soetigna, seniman angklung asal Pameungpeuk, Garut yang pernah pentas pada rangkaian acara Konferensi Asia Afrika 1955 di Gedung Merdeka, Bandung.

Dalam buku Daeng Soetigna: Bapak Angklung Indonesia (1986) yang disusun Helius Sjamsuddin dan Hidayat Winitasasmita disebutkan Soetigna mulai menekuni angklung secara serius pada 1938 saat ia tinggal di Kuningan, Jawa Barat.

Pada saat itu ada seorang pengemis yang mengamen ala kadarnya datang ke rumahnya sembari membawa angklung buncis. Soetigna tertarik pada suara angklung itu karena mengingatkannya akan masa kecil di Garut. Ia kemudian membeli angklung itu dan belajar “menyetem” kepada seorang pembuat angklung bernama Djaja.

Pada awal tahun 1946 Soetigna mendirikan grup angklung. Di dalamnya terdapat sejumlah murid yang bersuara merdu hingga angklung yang semula hanya diperagakan secara instrumental dapat pula mengiringi lagu-lagu. Di bulan November 1946, Soetigna dan grupnya tampil dalam rangkaian Perundingan Linggarjati.

“Pertunjukan angklung itu telah turut mencairkan suasana yang kaku dan tegang setelah perundingan di Linggarjati,” tulis penyusun buku Daeng Soetigna: Bapak Angklung Indonesia (1986). Beberapa bulan kemudian, tepatnya pada bulan Mei 1947, Daeng Soetigna dan rombongannya tampil juga di Bandung pada sebuah acara yang diadakan Negara Pasundan. Mereka pentas di Gedung Concordia (kini Gedung Merdeka) dan membawakan lagu ciptaan Johan Straus berjudul “An der schonen Blauen Donau”.

Baca juga: Ramalan Zodiak Besok Rabu 5 Mei 2021, Cancer Butuh Bantuan, Sagitarius Cari Kesibukan

Sepak Terjang Udjo dan Angklungnya

Menurut Ensiklopedi Sunda: Alam, Manusia, dan Budaya (2000) disebutkan bahwa Udjo lahir di Bandung pada Maret 1927. Menurut Her Suganda dalam Wisata Parijs van Java: Sejarah, Peradaban, Seni, Kuliner, dan Belanja (2011), mula-mula namanya hanya Udjo. Tetapi setelah dewasa dia menambahkan kata “Ngalagena” sebagai nama belakangnya yang artinya enak, harapan, dan mandiri.

Udjo merupakan anak keenam dari delapan bersaudara. Sejak usia enam tahun ia akrab dengan angklung dan kerap memainkannya bersama teman-temannya di bawah bimbingan Abah Almawi, gurunya. Pada 1948 ia berkenalan dengan Daeng Soetigna yang juga kemudian menjadi gurunya.

Sampai 1959, ia menjadi guru di sejumlah sekolah di Bandung. Ia juga pernah berdinas di Kanwil Depdikbud Jawa Barat. Pada 1962 Udjo mulai membuat calung dan angklung dan pada 1966 ia bersama istrinya mendirikan Saung Angklung Udjo.

Mulai pada tahun 1967 Udjo melatih anak-anak sekolah dari berbagai tingkatan yang tinggal di sekitar rumahnya. “Gagasan membuat tempat pertunjukan itu dirangsang oleh dua tokoh Sunda terpandang, Daeng Soetigna dan Oey Eng Soe, untuk mula-mula mengajar anak-anak kampung di sekitar situ (rumahnya),” tulis Remy Sylado dalam Perempuan Bernama Arjuna 6 (2017).

Oey Eng Soe yang dimaksud oleh Remy Sylado adalah Oejeng Soewargana, meskipun sejumlah pihak meragukan bahwa dua nama itu merujuk pada orang yang sama.

Baca juga: Ramalan Zodiak ini Selasa 4 Mei 2021, Capricon Merasa Sendirian, Leo Mudah Percaya

Pada tahun 1971, oleh Dinas Pariwisata Kota Bandung, Saung Angklung Udjo ditunjuk sebagai salah satu obyek wisata. Sejak itulah wisatawan asing dan domestik mulai banyak berkunjung. Pada tahun itu juga Udjo mendapat beasiswa dari Gubenur Jakarta Ali Sadikin untuk mengadakan studi banding pengolahan bambu di Thailand.

Mulai 1980-an, Udjo kian sibuk memenuhi undangan di luar negeri. Di tahun 1982 ia mengadakan pertunjukan di Den Haag, Belanda. Lalu ke Kepulauan Solomon (1985), Riyadh (1988), Jepang (1995), dan London (1996).

Untuk menunjang kegiatannya, Udjo menanam berbagai jenis bambu di kebun miliknya, di antaranya bambu gombong, bambu wulung, bambu tamiang, dan bambu tali. Ia juga membangun gudang penyimpanan bambu, tempat membuat peralatan dari bambu, dan lain-lain.

Setelah puluhan tahun berkiprah melestarikan angklung, Udjo Ngalagena meninggal pada 3 Mei 2001. Jejaknya kini diteruskan oleh anak-anaknya yang pada 2018 sempat berselisih yang terkait dengan keberlangsungan Saung Angklung Udjo.

Dan kini ikhtiar pelestarian kesenian ini kembali diuji dengan datangnya pandemi COVID-19 yang merontokkan banyak sektor pariwisata, termasuk Saung Angklung Udjo yang kini terancam bangkrut. (EK)


Editor: Ajeng
    Bagikan  

Berita Terkait