Sejarah Perang Puputan Bali

Pendidikan —Sabtu, 19 Nov 2022 13:58
    Bagikan  
Sejarah Perang Puputan Bali
I Gusti Ngurah Rai.*(FOTO: Pinterest)

POSTPANGANDARAN,- Kisah tentang Kolonel I Gusti Ngurah Rai memang sudah banyak ditulis dalam buku sejarah di Indonesia. Salah satu pahlwan kemerdekaan itu tewas dalam perang sampai mati yang dikenal dengan sebutan Perang Margarana pada tahun 1946. Gusti Ngurah Rai dengan prajuritnya memilih melawan Belanda sampai titik darah penghabisan daripada harus menyerah.

Peristiwa Perang Margarana ini berlangsung pada tanggl 20 November 2021 di Banjar Kelaci, Kecaatan Marfa, Tabanan, Bali.

Dalam sebuah buku, diceritakan bahwa setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, I Gusti Ngurah Rai menerima tugas untuk membentuk Tentara Keamanan Rakyat atau TKR di daerahnya untuk meghadang agresi Belanda yang kembali ingin menguasai Bali setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II.

I Gusti Ngurah Rai keudian membentu pasukan sunda kecil yang diberi nama Ciung Wanara. Ketika membentuk pasukan tersebut, ia kemudian melakukan konsutasi dengan Markas Besar TKR di Yogyakarta yang merupakan pusat pemerintahan pasa waktu itu. Tapi, setelah kembali dari Yogya, Belanda ternyata sudah mendarat di Bali. Dan di sisi lainnta, pasukan Ciung Wanara yang dibentuknya sudah menjadi pasukan-pasukan kecil. Ia lalu mengumpulkan pasukanya itu.

Pada awalnya, Belanda mengajak Ngurah Rai untuk bekerja sama untuk pendudukan tersebut. Hal itu tertulis dalam surat Kapten J.M.T Kunie yang ditujukan kepada Ngurah Rai yang isinya adalah mengajak berunding. Bukannya diterima, ajakan erja sama itu justri Ngurah Rai tolak.

Baca juga: Australian Open 2022: Gregoria Mariska Tanjung Melaju ke Babak Final

Singkatnya, karena mendapat penolakan, Belanda menambah bantuan pasukan dari Lombok yang tujuannya adalah untuk menyergak pasukan Ngurah Rai di Tabanan. I Gusti Ngurah Rai yang mengetahui pergerakan Belanda pun langsung memindahkan pasukannya ke Desa Marga. Mereka akhirnya menyusuri ujung timur Pulau Bali dan melintasi Gunung Agung.

Pasukan Belanda yang sudah mengendus pergerakan itu akhirbya megejar mereka. Tepat pada 20 November 1946, di Desa Marga, Pasukan Ngurah Rai dan pasukan Belanda bertemu dan terjadinya pertemouran yang sangat sengit. Dalam pertempuran itu, Pasukan Ciung Wanara berhasil membuat pasukan Belanda mundur.

Tidak berhenti sampai disitu, pasukan Belanda akhirnya datang dengan bantuan jumlah besar dan dengan dilengkapi dengan senjata yang lebih modern juga didukung pesawat tempur. Kondisi akhirnya berbalik, pasukan Ngurah Rai semakin terdesak karena kekuatannya tidak seimbag saat itu.

Baca juga: Cerita Pocong Keliling, Bagian 1

Beranjak malam, pertempuran antara Ngurah Rai dan pasukan Beland tidak kunjung berhenti. Pasukan Belanda juga semakin brutal menggempur pasukan Ciung Wnara menggunakan Meriam dan bom dari pesawat tempur.

Akhirnya, pasukan Ciung Wanara terdesak ke wilayah terbuka di Area pesawahan dan lading jagung di Kelaci, Desa Marga. Dalam kondisi terdesak, I Gusti Ngurah Rai mengeluarkan perintah puputan yang artinya adalah pertempuran habis-habisan. Dalam pandangan pejuang Bali, mereka lebih baik berjuang sebagai kesatria daripada menyerah dan jatuh ke tangan musuh.

Pada malam itu, 20 November 1946, I Gusti Ngurah Rai gugur bersama dengan pasukannya. Peristiwa ini kemudian di cacat dan disebut sebagai Peristiwa Puputan Margarana. Puputan Margaran adalah sebah sejarah penting perjuangan bangsa Indonesia.

Gugurnya pasukan Ciung Wanara membuka jalan bagi Belanda untuk membentu Negara Indonesia Timur atau NIT. Tapi, usaha itu gagal setelah Indonesia kembali menjadi negara kesatuan pada tahun 1950. –zz-

 

Baca juga: Australian Open 2022: Hasil Wakil Indonesia di Babak Perempat Final

Editor: Zizi
								
    Bagikan  

Berita Terkait