Divaksin Saat Puasa, Berikut Pandangan dari Sisi Medis dan Agama

Berita —Jumat, 9 Apr 2021 18:20
    Bagikan  
Divaksin Saat Puasa, Berikut Pandangan dari Sisi Medis dan Agama
Kepala Bidang Fatwa dan Konsultasi Keagamaan MUI Kota Bandung, Asep Djamaludin. (Ist)
POSTPANGANDARAN, BANDUNG.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, Rosye Arosdiani, memastikan vaksinasi tetap berjalan selama Ramadhan. Pasalnya, para ahli kesehatan menyebutkan, tidak ada perbedaan vaksinasi saat berpuasa dengan di waktu lain.

“Kalau dari sisi kesehatan, sampai saat ini memang belum ada penelitian dilakukan bagaimana vaksinasi kepada orang yang sedang puasa. Tetapi, para ahli menyampaikan, sebetulnya secara medis tidak ada perbedaan antara sedang shaum ataupun yang tidak,” ucap Rosye di Balai Kota Bandung. 

Namun, khusus bagi masyarakat yang memiliki riwayat penyakit bawaan cukup berat, diharapkan untuk berkonsultasi terlebih dahulu kepada dokter. 


“Hanya, pada saat Ramadhan yang punya penyakit tertentu lebih baik konsultasi pada dokter dan pada saat sahur memakan makanan yang cukup. Bagi yang akan divaksin juga harus jujur terhadap riwayat penyakit,”ujarnya.

Perihal adanya informasi yang beredar mengenai anjuran untuk makan berat terlebih dahulu, Rosye menuturkan hal itu hanya sebagai langkah antisipasi. Sebab, bisa jadi setelah divaksin merasakan pusing. Namun, hal itu dapat diakibatkan lantaran belum makan.

“Kadang yang pusingnya itu karena kadar glukosa kurang dari tubuh. Ini jadi bias, apakah karena vaksinasi atau bukan. Makanya dianjurkan untuk makan dahulu,” jelasnya.


Menanggapi kondisi tersebut, Kepala Bidang Fatwa dan Konsultasi Keagamaan MUI Kota Bandung, Asep Djamaludin, menyatakan dalam kondisi tertentu dan kemendesakan maka berbuka puasa sebelum waktunya diperbolehkan. Hal itu, berkenaan dengan anjuran makan terlebih dahulu sebelum penyuntikan vaksin.

Menurut Asep, jika memang dihadapkan pada kondisi darurat lantaran berbenturan dengan masalah kesehatan yang sangat kronis, maka berbuka pun dibolehkan. Di samping situasi dan kondisi darurat, sekali pun berbuka maka puasanya tetap harus diganti di hari lain.

“Itu kondisional, jika memang memiliki riwayat penyakit, saya kira itu boleh saja berbuka atau makan sebelum vaksin. Diperbolehkan tapi kasuistis tergantung situasi pribadinya tidak secara umum. Kalau memang sangat diharuskan untuk makan dulu sebelum divaksin, maka boleh tidak shaum tetapi harus dikodo pada hari lain,” kata Asep.


Asep mengungkapkan, gambaran kondisi serupa juga terjadi pada penggunaan vaksin Astrazeneca. Yakni walaupun diketahui mengandung unsur dari hewan yang diharamkan secara agama Islam, namun tetap diperbolehkan lantaran dalam kondisi darurat.

Penjelasan mengenai hal ini, dituangkan dalam Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2021 tentang Hukum Penggunaan Vaksin Covid-19 Produk Astrazeneca.

“Kesimpulannya adalah penggunaan vaksin ada saat ini dibolehkan. Alasannya adalah ada kondisi kebutuhan yang mendesak, karena darurat meakipun haram itu boleh. Kedua ada keterangan dari ahli yang kompeten dan terpercaya, bahwa bahaya jika tidak dilalukan vaksinasi,” ungkapnya.


“Ketiga ketersediaan vaksin yang halal tidak mencukupi, guna mengikhtiar menciptakan kekebalan kelompok ini mendorong penggunaan vaksin, jadi boleh. Keempat ada jaminan keamanan penggunaan dari pemerintah. Kelima pemerintah tidak meiliki keleluasaan memilih vaksin yang ada,” tambahnya. (boim)
Editor: Lucky
								
    Bagikan  

Berita Terkait