Tan De Seng, Keturunan Tionghoa yang Menjadi Maestro Musik Sunda

Hiburan —Senin, 10 May 2021 13:40
    Bagikan  
Tan De Seng, Keturunan Tionghoa yang Menjadi Maestro Musik Sunda
Menurut Tan De Seng, Sunda itu ada dalam rasa dan darah yang mengalir dalam dirinya sejak kecil. (Foto: Pinterest)

PANGANDARAN, DEPOSTPANGANDARAN

Tan De Seng (Tan Lie Seng), seperti kita ketahui bersama bahwa Ia merupakan seorang musisi Sunda beretnis Tionghoa. Meski usia sudah senja, namun Tan De Seng tetap terlihat enerjik, bicaranya tetap bersemangat, apalagi ketika membahas ka-Sundaan.

Tan De Seng lahir pada 22 Agustus 1942 di daerah Pasar Baru, Bandung, tepatnya di Jalan Tamim, Ia adalah anak kelima dari delapan bersaudara. Kemudian setelah masuk Islam menjadi Mohamad Deseng. Ia lahir dari keluarga peminat seni, kedua orang tuanya adalah Tan Tjing Hong dan Yo Wan Kie.

Tan Tjing Hong berprofesi sebagai pengusaha sekaligus sinshe dan seniman yang bisa melukis serta memainkan berbagai instrumen musik. Dari delapan anaknya, Tan Deseng dan Tan De Tjeng (kakaknya) mewarisi minat dan keterampilan seni dari ayahnya. Meski demikian, saat lulus dari SMP Tsing Hoa di Jalan Cihampelas, Bandung, ayahnya menghendaki dia menjadi pedagang saat Deseng.

Meski keturunan Tionghoa, namun dengan tegas Ia selalu berucap bahwa “Saya adalah orang Sunda”. Tan De Seng pun kerap berucap “Saya lahir di Bandung, makan minum dan bekerja di Bandung, musik yang saya dengarkan setiap hari dari masa kecil adalah musik Sunda, kebudayaan tempat saya hidup adalah Sunda, hanya kebetulan saya lahir dari bapak yang Cina, tetapi bapak saya juga Sunda banget”.

Menurut Tan De Seng, Sunda itu ada dalam rasa dan darah yang mengalir dalam dirinya sejak kecil. Ia bercerita satu waktu di usia 16 tahun, sempat pergi ke salah satu kota di Sumatera Selatan. Di losmen tempatnya menginap, kebetulan dikumandangkan lagu-lagu Sunda dengan kecapi sulingnya, dan seketika De Seng menitikan air mata mendengar musik itu.

Baca juga: Ternyata Ini Alasan Kenapa Orang Sunda Suka Makan Lalapan

Baca juga: Ikatan Cinta Malam Ini Aldebaran Mulai Sesali Telah Menajauhi Reyna

“Saya menangis mendengar musik dan lagu itu, saya terus bertanya-tanya mengapa saya menangis? Dan saya mendapat jawaban pasti dalam diri saya, bahwa memang betul, saya orang Sunda” katanya.

Sejak itulah De Seng mempelajari alat musik Sunda, lagu dan kebudayaan Sunda secara serius. De Seng mengaku belajar dari banyak nama, salah satunya yang sudah dia anggap sebagai ayahnya sendiri adalah Abah Sunarya almarhum, ayahanda dari Dalang Kondang Asep Sunandar Sunarya dan Ade Kosasih Sunarya.

Seperti ditulis oleh Drs. Sam Setyautama dalam Tokoh-tokoh Etnis Tionghoa (2008), umur lima tahun Deseng sudah mahir memainkan harmonika dan meniup seruling dengan notasi yang diajarkan kakaknya, Tan De Tjeng. “Ia kemudian mempelajari seluk-beluk berbagai jenis kesenian Sunda, selain belajar memainkan waditra (instrumen) musik Sunda. Melalui Adjat Sudradjat atau dikenal juga sebagai Mang Atun, ia belajar memainkan kecapi,” tulisnya. (hlm. 348).

Setyautama pun menambahkan, bahwa pada usia muda Deseng sudah mampu memainkan lagu-lagu klasik Sunda, salah satunya lagu "Budak Ceurik". Untuk meningkatkan kemampuan bermain kecapi dan suling, Deseng berguru kepada para suhu kecapi seperti Ebar Sobari, Mang Ono, Sutarya dan dalang Abah Sunarya.

Buah dari berguru itulah kemudian membuatnya semakin mahir, dan berhasil membawanya malang-melintang di berbagai kota di Jawa Barat. Tak hanya itu, Ia juga aktif di berbagai grup musik, dari Haming Youth, Young Brothers, Palamar, hingga Marya Musika. Untuk kecapi ia pernah mendirikan grup Bhakti Siliwangi.

Baca juga: Ramalan Zodiak Hari Ini Senin 10 Mei 2021, Gemini Bucin, Leo dan Virgo Perbaiki Diri

Baca juga: Ramalan Zodiak Besok Selasa 11 Mei 2021, Taurus Saling Melengkapi, Leo Sedang Berjuang

Deseng juga tercatat pernah bermain bersama Hj. Titin Fatimah, pesinden kondang lagu-lagu Sunda dari Jakarta (1980), lalu Euis Komariah, Tati Saleh, dan sebagainya. Tak hanya di atas panggung, Deseng pun kerap tampil dalam berbagai ilustrasi dan meng-aransemen musik untuk film-film yang digarap Tati Saleh, seperti Si kabayan, Dukun Beranak, Misteri Jaipong, dan Mat peci.

Kemampuan Deseng tidak terbatas pada alat musik tradisional. Dia juga piawai bermain gitar dalam berbagai aliran musik. Dari 1950-an sampai 1960-an, ia sempat menjadi pemain gitar di berbagai band di Bandung, sehingga sempat dijuluki ‘Setan Melodi’.

Seperti ada dalam Ensiklopedi Musik, Volume 1 (1992) disebutkan meski "ketuk tilu" sebagai dasar jaipong pertama kali dimainkan oleh Topeng Ali di Karawang, namun Deseng adalah orang yang memperkenalkannya melalui beberapa rekaman yang Ia garap bersama pemusik-pemusik rakyat dari Karawang.

Kemudian, bersama dua temannya ia pun tercatat mendirikan studio rekaman. Studio itu pun kelak berhasil menghasilkan ribuan rekaman master kaset berisi berbagai jenis kesenian tradisional Sunda. Di penghujung 2002, bersama Liang Tze Hai dan Ny. Lim Cay Hin, ia mendirikan Padepokan Pasundan Asih. Di sana, mereka menggarap macam-macam tari, musik, grup vokal, bahkan teater. Ada jaipong, ketuk tilu, Sunda India, kliningan Sunda, rampak sekar, gendak pencak, dan lain sebagainya. (EK)


Editor: Ajeng
								
    Bagikan  

Berita Terkait