Warga Pangandaran Tahu Terowongan Cikacepit? Terpendek di Indonesia

Berita —Sabtu, 20 Aug 2022 13:27
    Bagikan  
Warga Pangandaran Tahu Terowongan Cikacepit? Terpendek di Indonesia
Terowongan Cikacepit atau dikenal juga sebagai Terowongan Hendrik.* (FOTO: Instagram @railways_fotografi)

POSTPANGANDARAN,- Terowongan terpendek di Indonesia ada di Pangandaran.  Sudah tahu? Namanya Terowongan Cikacepit.  Posisinya yang memang diapit oleh dua bukit. Terowongan ini merupakan jalur perlintasan kereta api yang menghubungkan antara daerah Banjar-Cijulang.

Jalur kereta ini berada di Desa Pamotan, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran yang menembus bukit kapur.  Terowongan ini bisa dikatakan sebagai terowongan kereta terpendek di Indonesia karena memiliki panjang hanya 106  meter saja.

Ada nama lain dari terowongan ini yaitu  Terowongan Hendrik. Nama itu diambil dari suami Ratu Wilhelmina, yakni Heinrich Wladimir Albrecht Ernst of Mecklenburg-Schwerin, yang menjadi pangeran Belanda pada tahun 1901-1934.

Diketahui kalau bangunan kokoh ini didirikan sekitar tahun 1913-1916 yang lalu. Ada beberapa terowongan lainnya juga yang dikabarkan dibangun di tahun yang bersamaan yaitu Terowongan Juliana dan Wilhelmina.

Baca juga: Momentum Harijadi Jawa Barat ke-77, Transisi dari Pandemi Jadi Endemi

Ya, Ratu sekaligus pasangan dari Pangeran Hendrik yaitu Wilhelmina Helena Pauline Maria juga dibuat menjadi nama terowongan di Pangandaran.  Tepatnya terletak di Jalan Pantai Karapyak, Desa Emplak, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran.  Masih berada di jalur yang sama yaitu menghubungkan Banjar-Cijulang.

Terowongan Wilhemina ini memiliki jarak cukup jauh dan panjang yaitu 1.127,1  meter atau 1 kilo lebih.  Terowongan ini dikenal juga dengan nama terowongan sumber.

Tetapi saat ini memang sudah tidak terlihat adanya jalur rel kereta yang ada di bawah terowongan.  Kini hanya digunakan untuk jalan pintas bagi kendaraan-kendaran umum atau pribadi.

Pada saat itu membangun terowongan memerlukan tenaga yang banyak dan biaya tinggi dengan resiko besar.  Jadi sebenarnya ini peninggalan sejarah yang harus dirawat kelestariannya.* (RENALDI)

Baca juga: Isi Kemerdekaan dengan Sungguh-sungguh

 

Editor: Widya
								
    Bagikan  

Berita Terkait