Petani Milenial, Upaya Atasi Tantangan Ketahanan Pangan

Berita —Minggu, 3 Apr 2022 13:41
    Bagikan  
Petani Milenial, Upaya Atasi Tantangan Ketahanan Pangan
Program Petani Milenial.* (FOTO: Biro Adpim Jabar)

POSTPANGANDARAN,- Berdasarkan hasil survei pertanian antar sensus (sutas) 2018 yang dilakukan Badan Pusat Statistik, jumlah petani di Jabar mencapai 3.250.825 orang. Dari jumlah tersebut, petani yang berusia 25-44 tahun hanya 945.574 orang atau 29 persen. Kondisi tersebut tentu memberikan efek domino bagi sektor pertanian di Jabar.


“Rata-rata petani di Indonesia berumur kurang lebih 47-48 tahun. 10 tahun ke depan mereka berumur 58 tahun. Siapa yang menggantikan petani-petani desa?” kata Arif Satria, Rektor IPB University.


Arif Satria pun mengapresiasi program Petani Milenial yang digagas Pemprov Jabar. Menurutnya, program tersebut merupakan salah satu ikhtiar untuk mengatasi tantangan-tantangan ketahanan pangan. Arif pun menyebut Petani Milenial sebagai program yang brilian, progresif, dan inovatif, untuk melahirkan generasi-generasi unggul yang responsif terhadap perubahan, terutama di bidang ketahanan pangan.

Baca juga: Telah Disepakati, Program Percepatan Badan Pengelola Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung


“Ini adalah sebuah upaya kita, sekali lagi, dalam rangka untuk merespons tantangan perubahan iklim, tantangan COVID, dan industri 4.0,” kata Arif saat memberikan sambutan dalam Inaugurasi Petani Milenial di Kampus IPB, Kamis (24/03/2022).
“Yang kita perlukan adalah petani-petani unggul, petani-petani yang siap menerapkan teknologi, petani-petani yang memiliki visi bisnis, petani-petani yang punya pemahaman pasar yang baik, dan petani-petani yang memiliki will power yang kuat,” imbuhnya.


Selain itu, Arif juga mengatakan bahwa pandemi COVID-19 menjadi momentum untuk menciptakan kemandirian pangan. Apalagi, kata Arif sebagaimana mengutip pernyataan Ir. Soekarno, hidup-mati sebuah bangsa terletak pada pangan.

Petani Milenial Juara: jamur kayu


Pendapatan petani jamur kayu yang tergabung dalam program Petani Milenial mencapai Rp4,5 juta per bulan. Hal itu disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Jawa Barat Epi Kustiawan.


“Rata-rata Rp4,5 juta sebulan. Rp18 juta dalam 4 bulan atau sekali panen. (Sedangkan petani) lebah madu belum ada laporan,” kata Epi.

Baca juga: Kolaborasi Pemprov Jabar dengan Pemkab Banyuwangi dan Pemkab Gorontalo


Epi menuturkan, Dishut Jabar berkomitmen untuk mendorong peserta Program Petani Milenial budi daya jamur kayu dan lebih madu bisa mendapatkan penghasilan di atas upah rata-rata. Pasar yang luas dan offtaker yang sudah ada dapat mewujudkan target tersebut. Asalkan, katanya, para peserta konsisten.


Selama proses budi daya jamur kayu, lapor Epi, para peserta tidak menghadapi kendala yang signifikan. Itu karena sejumlah aspek bisnis sudah tertangani, mulai dari dukungan offtaker sampai dukungan affalis untuk permodalan dari BRI Agro.
Menurut Epi, para peserta Petani Milenial yang dibimbing Dishut Jabar sangat antusias mengikuti setiap kegiatan. Antusiasme itu, kata Epi, membuat penghasilan dari budi daya jamur kayu tinggi.

“Karena pemasaran jamur kayu masih terbuka luas di Sukabumi, sehari satu ton [kebutuhan] diperlukan. Jadi proses produksi sangat terbuka, offtaker juga lancar pemasarannya,” katanya.


Dishut Jabar juga rutin memberikan sosialisasi kepada para peserta Petani Milenial dan pelatihan-pelatihan teknis. Itu dilakukan agar budi daya yang dilakukan memberikan pendapatan lebih. Salah satunya dengan memanfaatkan limbah media tanam kayu jamur menjadi woodpalet.

Baca juga: Pemprov Jabar Terus Kembangkan Daya Tarik Wisata, Salah Satunya Perda Desa Wisata


“Kan jamur kayu media tumbuhnya limbah serbuk gergaji. Setelah empat bulan media itu jadi limbah lagi, tapi kami proses limbah tadi jadi woodpalet, jadi bahan bakar. Petani tidak usah beli gas untuk bahan bakar log-nya,” tuturnya.
Dengan begitu, kata Epi, budi daya jamur kayu tidak menghasilkan limbah. Terlebih, sisa pembakaran limbah abunya akan dijadikan pupuk.

Petani Milenial Juara: madu


Pemprov Jabar melalui Dinas Kehutanan (Dishut) Jabar intens mengoptimalkan potensi ekonomi dari budi daya lebah madu. Hal itu karena permintaan madu di pasar domestik Jabar sangat besar.


Kepala Dishut Jabar Epi Kustiawan menuturkan, sampai saat ini, hasil madu yang dikembangkan Jabar masih belum dapat memenuhi permintaan pasar. Maka, ia berkomitmen untuk mengembangkan budi daya lebah madu sekaligus meningkatkan produksi madu di Jabar.


“Lewat program Petani Milenial ini milenial dilatih bagaimana memproduksi madu yang baik, sehingga bisa tercapai 'hidup di desa, rezeki kota, bisnis mendunia'," kata Epi di kawasan percontohan budi daya lebah madu trigona di Kota Banjar.

Baca juga: Jangan Lupa Booster, Syarat untuk Mudik


Dalam kunjungan itu, Epi juga mendampingi sekaligus memotivasi 15 calon Petani Milenial yang sedang menjalani pelatihan budi daya lebah madu. Menurut Epi, jika lolos sampai tahap akhir, mereka akan mendapatkan bantuan permodalan dari program KUR bank bjb. Ia optimistis, jika program berjalan optimal, produksi madu bisa meningkat.


Optimisme itu tidak terbit tiba-tiba. Menurut Epi, sektor budi daya lebah madu memiliki peningkatan yang cukup signifikan ketimbang produk hasil hutan nonkayu lainnya, seperti bambu, sutra, kayu putih, dan getah pinus. “Yang terbesar itu dari madu,” ucapnya.


Selain itu, Epi juga membagikan tips kepada generasi milenial, terutama yang tergabung dalam Program Petani Milenial, untuk tidak ragu memulai membudidayakan lebah madu. Apalagi budi daya lebah madu dapat dilakukan di sekitar rumah tinggal.
Tips pertama adalah menguasai karakteristik lebah itu sendiri. Dengan memahami karakteristik lebah, kata Epi, maka perlakuan yang diberikan kepada lebah akan tepat sekaligus memaksimalkan hasil produksi madu.


"Lebah itu ada bermacam jenis, nah yang kita kembangkan ini adalah budi daya lebah itama biroi dari jenis trigona," ucapnya.
Menurut Epi, rata-rata lebah itama dan biroi per koloni bisa menghasilkan madu yang berbeda. Untuk itama bisa mencapai 0,5 liter dan biroi 1 liter per 3-4 bulan.

Tips kedua yakni memperhatikan pakan lebah yang berkualitas. Menurut Epi, dengan pakan berkualitas, lebah bisa nyaman di tempat pembudidayaan dan bisa memproduksi madu dengan maksimal.


Pakan tersebut adalah bunga-bunga yang tumbuh di sekitar kandang lebah. Petani lebah madu bisa menanam tanaman yang bisa berbunga setiap saat. Sehingga pakan lebah-lebah bisa terus terjaga. Salah satunya adalah Tanaman Air Mata Pengantin yang memang bisa berbunga sepanjang musim.


Selain itu, tanaman buah juga harus tersedia di sekitar kandang lebah. Fungsinya adalah untuk menyediakan getah bagi para lebah untuk membuat perekat sarang. Setelah itu terpenuhi, maka petani bisa melakukan perawatan bunga-bunga tersebut dan biarkan para lebah bekerja menghasilkan madu dengan nyaman.


Soal pemasaran, menurut Epi, penyuluh dan offtaker sangat siap menerima hasil madu yang dihasilkan. "Jangan khawatir, untuk penjualan kita ada penyuluh dan juga offtaker yang akan membeli madu-madu tersebut," ucapnya.


Sementara itu, petani lebah madu asal Kabupaten Pangandaran, Supardi, berbagi kisah soal pengalaman membudidayakan lebah madu. Supardi menuturkan, sebelum memulai budi daya lebah madu, ia berjualan kaki lima di Jakarta. Namun setelah mengalami beragam persoalan, ia memutuskan untuk kembali ke kampung halaman dan memulai budi daya lebah madu.


"Mulai budi daya lebah itu bisa dikatakan sebagai pengganti. Suruh latihan dari Dishut yang kebetulan peserta aslinya tidak bisa berangkat, akhirnya kita yang diminta untuk ikut latihan," ucap Supardi.


Ada banyak informasi soal lebah madu yang baru Supardi ketahui. Dari pelatihan itu juga, ia mengambil satu kesimpulan bahwa membudidayakan lebah madu tidak sesulit dan serumit budi daya komoditas ternak lainnya.

Baca juga: Bulan Ramadan 1443 H Tiba, Ini Ragam Ucapan yang untuk Sambut Bulan Penuh Berkah


"Di judul itu pelatihan budi daya lebah tanpa sengat, tidak ngerti, rata-rata lebah itu menyengat. Kita awalnya tidak ada minat, tapi di pelatihan itu ada kata-kata jika dibandingkan dengan budi daya ternak lainnya ini lebih sederhana," jelas Supardi. 


Setelah pulang dari tempat pelatihan itu, Supardi baru menyadari bahwa banyak lebah yang menghasilkan madu berlimpah di sekitar rumahnya. Ia kemudian masuk ke hutan-hutan di sekeliling desanya untuk menangkap lebah jenis Leacivep.
"Kita ambil lembah ke hutan, kita pindahkan ke kotak, dan mulai terasa, ketika kita sudah bisa pecah koloni, bisa panen," ucap Supardi. 


Dari sana, Supardi memulai langkah awal bersama 19 anggota kelompok tani untuk membudidayakan lebah madu. Ketika pandemi COVID-19, Supardi sempat mengira budi daya lebah madu akan terdampak. Namun yang terjadi tidak demikian. Penjualan madu hasil budi dayanya justru meningkat 300 persen.


"Kalau dihitung-hitung lebih dari Rp100 juta. Sekarang kebanyakan mulai banyak yang ingin budi daya lebah madu, sebagian lebah madu saya jual untuk indukan, untuk sementara kita tidak bisa fokus ke produksi karena ada kerja sama dengan Dinas Kehutanan Jawa Barat untuk menyediakan indukkan atau koloni," katanya. 

Baca juga: Presidensi G-20 di Indonesia, Maudy Ayunda Ditunjuk Sebagai Jubir


Oleh karena itu, Supardi mengajak para petani yang tergabung dalam Program Petani Milenial ataupun perseorangan untuk mulai membudidayakan lebah madu. Sebab, permintaan untuk madu masih sangat besar. Itu menjadi potensi yang harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.


"Harapannya banyak peternak lebah, karena pasar madu trigona sangat banyak tapi suplai sedikit, buyer yang datang ke kami, tapi kita tidak berani kontrak karena kita belum punya jaringan yang kuat, karena peternak madu trigona masih terbatas," jelasnya.


1.249 Petani Milenial Jawa Barat Diwisuda


Sebanyak 1.249 petani milenial Angkatan I Program Petani Milenial diwisuda secara luring dan daring, di kampus Institut Pertanian Bogor, Kabupaten Bogor, Kamis (24/03/2022). Wisuda dilakukan langsung oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
"Setelah satu tahun dimulai 20 Maret 2021 lalu, hari ini dari sekian banyak yang mengikuti Program Petani Milenial diwisuda sebanyak 1.249 orang," ujar Gubernur.


Kang Emil, sapaan akrabnya, tak memungkiri, selama perjalanan satu tahun ini banyak terjadi dinamika, hingga menyebabkan sebagian petani milenial tidak cukup berhasil. Seperti adanya kendala akses ke perbankan karena tak memenuhi persyaratan, salah komoditas, hingga gagal panen. Namun sebanyak 1.249 petani milenial inilah yang membuktikan konsistensinya dan pantang menyerah.

Baca juga: 7 Tahun Kasus Akseyna Ahad Dori, Misteri yang Belum Terjawab


Peserta yang mengikuti wisuda ini adalah peserta Program yang memiliki pendapatan minimal setara upah minimum kabupaten/kota di lokasi usaha. Berbagai macam latar belakang peserta yang ikut dalam program ini hingga inaugurasi, mulai dari mereka yang berlatar belakang keluarga petani, juga ada sarjana non-pertanian seperti psikologi, sastra, mahasiswa, dosen,  seniman, maupun ibu rumah tangga.

Program Petani Milenial.* (FOTO: Biro Adpim Jabar)


Peserta yang diwisuda sebagian besar peserta laki-laki 88 persen, sedangkan peserta perempuan 12 persen. Dari kategori umur, untuk usia 19-24 tahun 19 persen, usia 25-29 tahun 26 persen, dan paling banyak peserta di usia 30-39 tahun yang mencapai 55 persen.


Kang Emil menegaskan, bahwa petani milenial bukan program karpet merah yang secara instan bisa langsung menghasilkan keuntungan tanpa rintangan. Program ini diibaratkan pendakian gunung yang harus selalu didampingi pemerintah lewat pelatihan, anggaran, lahan, teknologi sampai pemasaran.


Kendati demikian, Kang Emil optimistis, di tahun-tahun berikutnya jumlah petani milenial yang berhasil dan diwisuda akan semakin bertambah. Tentunya dengan diiringi evaluasi di sektor yang kurang.


"Jadi ada keberhasilan ada juga kekurangsempurnaan yang terus kita perbaiki. Tapi saya optimistis, boleh dicek dengan provinsi lain yang paling produktif melahirkan anak muda kembali bertani di desa adalah Jabar," tutur Kang Emil.
Ia pun meyakini, dengan konsistensi Program Petani Milenial, ke depan usia petani di Jabar bisa digantikan oleh generasi muda di bawah usia 40 tahun. Saat ini 70 persen petani di Jabar rata-rata berusia 70 tahun.

Baca juga: Ronaldinho Akan Berpartisipasi dalam Mini Turnamen Jelang Liga 1 Musim Depan


Regenerasi petani pun kini sudah terlihat dari penggunaan teknologi pengolahan pertanian hingga pemasaran yang tak ditemui pada petani lansia. Penguasaan teknologi pertanian ini menjadi bukti bergesernya kesejahteraan yang didominasi perkotaan ke perdesaan.


“Saat ini terlihat petani muda sudah mulai pakai teknologi, menyiram tanaman menggunakan handphone, penjualan dengan e-commerce, ini tidak terjadi di generasi orang tuanya. Saya optimistis, Program Petani Milenial dipadukan dengan desa digital, kesejahteraan akan bergeser tak hanya didominasi oleh pekerjaan di kota, melainkan juga di desa asal menguasai teknologi," ujar Kang Emil.


Untuk Program Petani Milenial Angkatan II Pemda Provinsi Jabar kembali membuka pendaftaran yang akan berkolaborasi dengan pemda kabupaten/kota. Pemkab Bogor sudah menyiapkan lahan untuk digarap petani milenial di Angkatan II ini.* (bersumber dari siaran pers/TISHA S. KANILAH)

Baca juga: Nantikan Season 2, Akankah Single Inferno Kembali Tayang?

Editor: Aldy
								
    Bagikan  

Berita Terkait